ZIARAH PEREMPUAN DALAM SEJARAH RELASI DI TENGAH ALAM SEMESTA

Spread the love

Sesama saudara di tengah Ibu Bumi, Bapa Langit, Saudara-i isi alam semesta Ziarah Perempuan.

ditulis oleh : MARIA G.S RATNA, S.H

Secara adat maupun agama, juga ilmu pengetahuan, menegaskan bahwa perempuan itu kodrat alam, karena kehendak Sang Pencipta. Tidak ada yang meminta terlahir dan menentukan jenis kelaminnya sendiri.

Sejarah Relasi;

Perempuan terlahir dalam relasi dengan sesama perempuan dan laki-laki, sesama saudara.

– Alam Semesta

perempuan juga mempunyai relasi dengan alam lingkungan, dunia gaib, para arwah dan Sang Pencipta, seperti sesama saudara lainnya.

Dalam kearifan adat budaya, saya menyimpulkan ada kepercayaan bahwa Sang Pencipta disebut dengan nama yang kaya di setiap komunitas adat budaya, misalnya di Manggarai disebut ” Mori Kraeng “

Dan semua unsur alam pun dihayati sebagai saudara-saudari, maka perlu dihargai dan disyukuri. Nyata dalam berbagai ritual adat, selalu ada ungkapan hormat dan syukur kepada unsur alam lingkungan dan Sang Pencipta.

Foto Ajakan Belajar Bersama Perempuan ditengah komplik SDM

Dalam agama pun diajarkan hal yang sama, syukur kepada ALLAH  akan alam lingkungan utk dimanfaatkan secara bijak bertanggungjawab.

Dalam sejarah pengalaman, ternyata ada masalah relasi antar sesama manusia dan relasi manusia dengan alam lingkungan. Juga relasi manusia dengan Sang Pencipta alam semesta dan manusia.

Itulah catatan awal untuk sharing saya pada kesempatan ini. Menemukan Persoalan Relasi Perempuan dengan Sesama dan Alam

Kita akan nilai prinsif kebijakan hukum

Dalam rumusan dan ajaran kebijakan – kearifan adat budaya serta agama dan etika moral negara, semua hal terasa ideal. Kita kaya akan nilai, prinsip, kebijaksanaan, hukum dan ajaran luhur lainnya.

Yang bisa kita catat berlaku saat ini adalah Hukum alam,  Hukum Adat, Hukum Agama, Hukum Negara.

Perempuan hidup dan membangun relasi demi kehidupan dalam fakta itu, baik dalam ruang privat di tengah keluarga, maupun di ruang publik dengan semua orang.

Kodrat hukum alam sebagai perempuan , ciptaan Sang Pemilik alam semesta, harus membangun relasi 

diatur dengan tiga kewenangan hukum serta segala lembaga pendukungnya yakni: hukum adat budaya, hukum agama dan hukum negara

Menurut saya, ada hal istimewa yang harus disadari bersama, khususnya kaum perempuan. Bahwa, para pemangku hukum dan pengambil keputusan dalam tiga lembaga itu adalah kaum laki-laki.

Sejarah mencatat hal itu, dengan kekecualian yang berlatar matrilineal. Maka, inilah satu akar dari fakta realitas,

baik yang berdampak positif maupun yang negatif terhadap relasi kehidupan.

Juga relasi dengan alam lingkungan dan Sang Pencipta, yang menjadi kasus hingga saat ini.

Maka, sejarah relasi perempuan, apalagi soal masalah lingkungan, perempuan sangat bisa berperan dengan kemampuannya.

Tetapi, pada saat yang sama, perempuan adalah korban dari keputusan para laki-laki di semua lembaga dan otoritas hukum itu.

Kalau ada kasus lingkungan seperti yang kita hadapi di Manggarai, itu artinya hukum dan kebijakannya ideal

tetapi pelaksanaanya sering tidak sesuai, dengan berbagai alasan yang biasa diberitakan.

Bisa juga tabrakan antar hukum dan kewenangan. Misalnya hukum adat kalah dan dilemahkan oleh hukum agama

dan hukum negara. Atau hukum adat dan hukum agama tak berdaya menghadapi hukum negara,

Cara pandang dalam mengeksploitasi Sdm

karena negara bersama pemodal mempunyai kepentingan dan cara pandang berbeda dalam mengeksploitasi sumber daya alam.

Apalagi jika berkaitan dengan berbeda kapasitas perempuan dalam masyarakat adat yang bervariasi.

Sering terjadi adalah  komunikasi tidak ada titik temu, karena berbeda kemampuan, juga berbeda prinsip dan kepentingan.

Perempuan ada dalam posisi yang paradoks, saling berlawanan dalam satu saat yang sama.

Perempuan adalah ibu dan sumber rahim bagi semua anak manusia, lalu dia juga pemberi kasih sekaligus penerima derita semua persoalan manusia.

Baik di ruang privat maupun publik, perempuan terpaksa menerima segala kondisi, terutama jadi korban berbagai masalah semua relasi.

Perempuan mencampur senyum dan air mata untuk kehidupan, dan tak bisa lari dari kenyataan itu. Buat baik dan jadi sumber rezeki,

belum tentu mendapat pujian dan terimakasih, ketika ada persoalan – misalnya masalah sosial atau lingkungan.

Juga perempuan yang menjadi korban, bahkan sering dipersalahkan ketika ada kasus, malahan disuruh diam saja. Padahal, sumber keputusan dan tindakan salah itu dari kaum laki-laki.

Inilah pengalaman relasi, yang dihidupi perempuan dalam sejarah hingga kini. Perempuan seperti menjadi manusia super,

terima semua demi keberlanjutan kehidupan di tengah alam ini. Senjata perempuan adalah doa dan air mata karena kasih sayangnya.

Bahkan seperti tujuan kodratinya perempuan adalah untuk menjadi rahim kasih sayang dan samudera penampung persoalan anak manusia, sejarah peradaban.

Prempuan gabungan pengalaman hawa-eva

Dalam kaitan dengan iman Katholik, menurut saya, pengalaman relasi perempuan adalah gabungan Pengalaman Hawa- Eva di Taman Firdaus dan Bunda Maria dalam sejarah penebusan Yesus bagi manusia.

Dalam perjalanan hidup sebagai anak adat, umat, aktivis LSM dan pastoral, saya menemukan dan mengalami hal di atas,

sebagai konteks persoalan, baik di rumah privat, ruang publik, maupun ketika ada kasus lingkungan yang terjadi hingga kini.

Mencatat Peluang Peran Perempuan

Hal utama agar perempuan berperan adalah soal kapasitas pribadi perempuan. Tingkat pendidikan, pengalaman, kondisi ekonomi,

ketrampilan serta kekuatan iman adalah hal-hal yang selalu berpengaruh bagi peran setiap perempuan. Maka, secara ideal bisa diandalkan semua perempuan untuk berperan dalam advokasi lingkungan dan HAM.

Namun, hemat saya, perlu kita obyektif. Seperti apa keadaan pribadi perempuan dalam keluarganya, di tengah komunitas adat,

di lingkungan umat beragama, serta sebagai rakyat warga negara. Apalagi di daerah yang dilanda kasus lingkungan

Menurut saya, peluang peran perempuan perlu dibagi menurut kemampuan pribadinya masing-masing, terkhusus di wilayah kasus lingkungan.

Ketika dimobilisir agar semua perempuan berperan, tanpa memperhatikan kemampuan pribadi yang bervariasi, maka sering muncul persoalan baru bagi perempuan.

Masalah bagi relasinya dengan anak dan suami, masalah ekonomi rumah tangga, juga terjadi salah ucap dan tindak secara hukum di lokasi kasus lingkungan.

Maka, membagi peran sesuai kemampuan perempuan adalah hal penting untuk mencegah persoalan baru bagi perempuan, karena advokasi kasus.

Mengatasi masalah dengan membuat masalah baru, karena semangat advokasi.

Banyak contoh kasus dari pengalaman saya dan juga yang diberitakan media di beberapa kasus lingkungan, ketika perempuan terlibat advokasi,

tetapi dengan kemampuan pribadi yang berbeda-beda. Juga seperti dalam pelatihan saat ini, Panitia kiranya memiliki ukuran atau kriteria peserta.

Pertimbangan Soal Latar Belakang

Harapan nya ada pertimbangan soal latar belakang dan kemampuan masing-masing pribadi serta umur.

Pendapat saya, perlu berbagi tugas. Misalnya yang mempunyai kemampuan loby, orang hukum, pejabat publik,

aktivis ekonomi, aktivis rohani dan juga yang sederhana di tengah keluarga serta sawah ladang atau pasar.

Satu peluang peran terkuat, tanpa dana dan latar pendidikan tinggi adalah Peran Doa. Doa secara adat budaya dan agama,

sungguh dasyat kekuatannya, dan sangat bisa dilakukan perempuan dalam kesahajaan pribadi dan kapasitasnya.

Biarkan profesi hukum, media, akademisi dan politis yang melakukan advokasi, sesuai disiplin ilmunya.

Maka, komunikasi kiranya bisa dibangun dengan para pihak, termasuk proses hukum sesuai hukum Negara.

Inilah catatan sharing saya, dan kiranya bisa menjadi pemantik diskusi lebih lanjut, dalam sesi tanya jawab nanti.(*)