CIANJUR – Pengurus Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS) SMK Swasta Kabupaten Cianjur melakukan audiensi dengan Bupati Cianjur, Mohammad Wahyu Ferdian, pada Kamis (22/5/2025).
Pertemuan ini membahas maraknya Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) yang dinilai berdampak signifikan pada penurunan jumlah siswa di sekolah formal.
Ketua MKKS SMK Swasta Kabupaten Cianjur, Nurdin, menyampaikan kekhawatirannya.
“Seharusnya untuk anak usia sekolah formal masuk SMK/SMA, sementara untuk yang sudah kelewat usia, silakan masuk ke PKBM,” ujarnya.
Mengalami Penurunan Antara 10-20 % .!
Nurdin mengungkap bahwa jumlah siswa SMK di Kabupaten Cianjur terus mengalami penurunan antara 10-20 persen setiap tahun.
“Tujuh tahun ke belakang, siswa SMK bisa mencapai 95.000 orang, sementara tahun lalu hanya 55.000 siswa. Mungkin salah satunya karena PKBM,” tambahnya.
Kualitas Pendidikan dan Harapan MKKS
Nurdin juga menyoroti adanya perbedaan kualitas yang mencolok antara pendidikan di sekolah formal dan PKBM.
Menurutnya, di sekolah formal, siswa mendapatkan pembelajaran dan pembiasaan setiap hari, yang berkontribusi pada kualitas pendidikan yang lebih baik.
“Kami meminta kepada Bapak Bupati melalui Kepala Dinas Pendidikan agar usia-usia formal masuk ke sekolah formal, sementara yang sudah lewat usia sekolah bisa masuk ke PKBM,” tegas Nurdin.
Selain isu PKBM, audiensi ini juga membahas beberapa poin penting lainnya, termasuk upaya peningkatan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kabupaten Cianjur, harapan agar lulusan SMK bisa terserap di industri lokal, serta komitmen bahwa masyarakat Cianjur tetap menjadi prioritas meskipun kewenangan pendidikan berada di provinsi.
Kondisi Sekolah dan Harapan untuk PPDB
Saat ini, Kabupaten Cianjur memiliki 28 SMK Negeri dan 160 SMK Swasta, dengan total 188 sekolah.
Nurdin mengungkapkan bahwa banyak SMK swasta mengalami kekosongan bangku akibat penurunan jumlah siswa.
Dapat Membatasi Jumlah Rombongan..!
MKKS berharap dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) mendatang, sekolah negeri dapat membatasi jumlah rombongan belajar (rombel).
Hal ini bertujuan agar siswa yang tidak tertampung di sekolah negeri bisa melanjutkan pendidikan di sekolah swasta terdekat sesuai pilihan mereka.
“Semuanya ingin berkeadilan. Masyarakat berhak memilih sekolah negeri atau swasta. Yang terpenting, ada pembatasan rombel di sekolah negeri sehingga anak-anak yang tidak masuk negeri bisa melanjutkan di swasta terdekat sesuai pilihan mereka,” pungkas Nurdin. (Dkh/Rik)