LUWU-Diharapkan bisa mengangkat kesejahteraan warga lokal, dengan melakukan rekruitmen tenaga kerja dan mengutamakan tenaga kerja lokal.
2 Perusahaan yang tergabung itu, baik yang bergerak di bidang kontruksi yakni Petrosea maupun specialis main Power yakni PT. Arlie Labora Utama (ALU), tidaklah serius dalam pemberdayaan warga lokal.
Rekruitmen yang mereka buka terkesan tidak transparan, dan seolah main kucing kucingan dalam penerimaan atau seleksi karyawan.
Dari data yang dihimpun media ditemukan beberapa pekerja baik dari PT. Petrosea dan PT. Alu adalah orang dari Kabupaten lain bahkan beberapa hari yang lalu menerima karyawan dari luar Kabupaten Luwu. Kuat dugaan penerimaan karyawan ini menggunakan jalur “Orang Dalam” tanpa dibuka secara umum.
“Ada temanku baru-baru masuk kerja di Petrosea, padahal bukan orang Luwu,” ungkap sumber yang tidak ingin disebut identitas saat ditemui di kediamannya, Minggu (4/8/2024).
Sumber menjelaskan, kemungkinan pekerja baru tersebut memiliki jaringan orang dalam yang juga bukan warga Kabupaten Luwu. Hal itu dilakukan diduga karena untuk membangun kekuatan sektarian atau persatuan antar daerah (Nepotisme).
“Biasanya orang yang sudah di dalam kerja, kemudian keluarganya atau temannya napanggil dan mengurus perpindahan penduduk ke Luwu,” lanjut sumber.
Menurutnya, masuknya tenaga kerja luar ke perusahaan-perusahaan tersebut justru akan menimbulkan konflik sosial atau kecemburuan warga lokal jika perekrutan tenaga kerja itu menganut sistem nepotisme atau orang dalam dan itu akan menjadi ancaman kesenjangan sosial serta timbulnya konflik.
Namun sampai hari ini yang menjadi masalah ialah kebanyakan tenaga kerja yang direkrut berasal dari luar daerah, baik luar kabupaten maupun luar provinsi.
Dari pantauan awak media di pelabuhan Tadette, Kecamatan Belopa, yang menjadi basecamp dan kantor Petrosea serta PT. Alu, sudah terlihat aktivitas para pekerja, namun anehnya, beberapa karyawan tersebut terlihat banyak yang tidak dikenali, dan diduga bukan warga asli Luwu, terbukti dengan ditemukannya beberapa karyawan yang tinggal di penginapan dan sewa rumah kos kosan.
Sementara itu Humas PT Arli Labora Utama saat dikonfirmasi media membantah adanya hal tersebut.
“Data Disnaker komplit pak sampai ke KTP skdd dll, untuk saat ini PT. Arlie komposisinya 89 persen lokal R1. Kalau kami yang menjelaskan atau MDA nanti debat kusir pak, kalau Disnaker yang jelaskan aman sudah itu barang” jawabnya.
Ketua Forum Pemuda Pengawas Kinerja Eksekutif dan Legislastif (FP2KEL) Ismail Ishak kembali soroti penerimaan tenaga kerja pada Sub kontraktr PT Masmindo yakni PT Petrosea dan PT Arlie Labora Utama (ALU) yang dinilai tidak transparansi.
Walaupun pihak PT Masmindo dan PT Petrosea kata Ismail Ishak sudah pernah dipanggil oleh DPRD untuk Rapat Dengar Pendapat namun hal itu ternyata tidak di indahkan oleh pihak perusahaan.
“Sepertinya perekrutan tenaga kerja di Masmindo dalam hal ini Sub kontraktornya, PT Petrosea dan PT ALU harus menggunakan orang dalam sehingga bagi warga lokal yang tidak punya jaringan atau yang diistilahkan orang dalam akan susah masuk kerja dalam perusahaan tambang emas tersebut” ucap Ismail.
Menurutnya, masuknya perusahaan-perusahaan ke Luwu tersebut justru akan menimbulkan konflik sosial atau kecemburuan warga lokal jika perekrutan tenaga kerja itu justru menganut sistem nepotisme atau orang dalam dan itu akan menjadi ancaman kesenjangan sosial serta ancaman timbulnya konflik.
“Alasan Perusahaan selalu mengatakan jika menggunakan warga lokal dengan dasar KTP warga Luwu. Mungkin memang itu benar dasar penerimaannya menggunakan KTP Luwu, tapi dari beberapa fakta yang kami temukan di lapangan, jika warga tersebut mengurus KTP pindah masuk ke Luwu bukan pribumi. Kuat dugaan kami ada oknum dalam perusahaan tersebut sebagai makelar atau mafia tenaga kerja, dia memanggil orang luar daerah masuk kerja kemudian mengurus KTP Luwu agar dokumennya ber KTP Luwu, sehingga warga lokal tidak punya kesempatan untuk mendapatkan lapangan pekerjaan di perusahaan tersebut.(*)