CIANJUR – Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Cianjur terus memberikan perhatian serius terhadap kasus gizi buruk pada balita, terutama yang disertai dengan penyakit penyerta.
Salah satu kasus yang menjadi sorotan adalah seorang balita berusia 6 bulan yang didiagnosis mengalami gizi buruk dan disinyalir memiliki kelainan pada saluran pernapasan sejak dalam kandungan.
Muhamad Arka (6) Putra dari pasangan Edah (32) dan Pendi (35), warga Kampung Lebakmuncang RT 04/10, Desa Batulawang, Kecamatan Cipanas, ini kini hanya bisa terbaring lemah dengan berat badan 3,5 kilogram.
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Cianjur, dr. Yusman Faisal, menjelaskan kronologi penemuan dan penanganan balita tersebut.
“Kondisi status gizi bayi tersebut pertama kali ditemukan oleh bidan desa saat usianya 2 bulan di Posyandu. Berdasarkan hasil penimbangan dengan alat antropometri, dapat dipastikan bahwa bayi tersebut mengidap gizi buruk,” ujar dr. Yusman, saat ditemui diruang kerjanya pada Rabu 04 Juni 2025.
Untuk memastikan apakah gizi buruk ini murni akibat kekurangan asupan makanan atau ada penyebab lain, bidan desa merujuk bayi ke Puskesmas.
“Di Puskesmas, dokter memvalidasi ulang diagnosis gizi buruk dan mencurigai adanya penyakit lain atau penyakit penyerta. Oleh karena itu, bayi dirujuk ke RSUD Cimacan,” tambah dr. Yusman.
Di RSUD Cimacan, selain dilakukan diagnosis, bayi juga mendapatkan perawatan intensif, termasuk pemberian makanan dan minuman melalui selang.
“Diagnosis memang mengarah pada adanya kelainan dari saluran pernapasan, kemungkinan terjadi sejak dalam kandungan. Namun, hal ini perlu dipastikan lebih lanjut di fasilitas kesehatan yang lebih lengkap, seperti RSHS (Rumah Sakit Hasan Sadikin) Bandung,” jelasnya.
Dibekali Nustrisi Makana Khusus.!
Setelah menjalani penanganan di RSUD Cimacan, bayi diizinkan pulang namun masih menggunakan selang untuk memudahkan pemberian makanan, serta dibekali nutrisi tambahan khusus.
“Kami dan Puskesmas terus memantau kondisi bayi dan progresnya secara langsung. Jika gizi buruk murni akibat kurangnya asupan makanan, biasanya perbaikan akan cepat. Namun, karena ada kelainan, progresnya cenderung lambat,” ungkap dr. Yusman
Rencana Rujukan ke RS Lebih Lanjut dan Kendala BPJS Mandiri
Saat ini, bayi tersebut akan dirujuk kembali ke RSUD Cimacan untuk kedua kalinya.
“Kami sedang mengurus BPJS-nya karena BPJS mandiri yang dibayar sendiri ini sudah menunggak sampai empat bulan. Kami harus selesaikan dulu agar bisa digunakan apabila diperlukan untuk rujukan ke RSHS,” terang dr. Yusman.
Selain pemantauan berkala, upaya dari Puskesmas juga mencakup penanganan langsung.
“Pasien gizi buruk ini memang tertangani, tetapi belum maksimal karena ada penyakit lain yang menjadi penyebab sehingga progres bayi tersebut kurang baik,” imbuhnya.
Penanganan Lintas Sektor dan Pencegahan Stunting
dr. Yusman menegaskan bahwa penanganan kasus gizi buruk ini memerlukan peran lintas sektor.
“Selain Puskesmas, kami berharap Desa dan Camat juga turut serta memantau pertumbuhan dan perkembangan bayi, serta membantu memenuhi kebutuhan operasional. Jangan sampai setelah kesehatan membaik, kondisi ekonomi kurang sehingga jatuh lagi ke gizi buruk,” pesannya.
Ia menekankan pentingnya pendekatan multifaktorial yang melibatkan kesehatan, ekonomi, pendidikan (pengetahuan ibu terhadap nilai gizi), dan sanitasi (akses air bersih).
“Jika semua sektor ini bersinergi, insya Allah setelah sembuh tidak akan jatuh lagi ke gizi buruk. Gizi buruk adalah pintu masuk ke arah stunting. Jika gizi buruk kronis dan lama, pertumbuhan otak dan mental akan terganggu,” jelas dr. Yusman.
“Mumpung belum 2 tahun, sebetulnya bisa kita koreksi secara cepat. Apabila terselamatkan di masa golden period 2 tahun ini, tidak akan jatuh ke stunting. Penemuan kasus di awal sangat bagus karena dapat meminimalkan risiko stunting di kemudian hari,” tambahnya.
Semuanya Telah Tertangani.!
Data Kasus Gizi Buruk di Cianjur dan Komitmen Dinkes Data Dinkes Cianjur menunjukkan, dari Januari hingga Mei 2025, terdapat 21 kasus gizi buruk yang semuanya telah tertangani.
“Sebarannya ada di semua wilayah, baik utara maupun selatan, namun yang terbanyak di utara,” kata dr. Yusman.
Ia juga mencatat bahwa sebagian besar kasus gizi buruk tidak murni akibat asupan makanan yang kurang atau pengetahuan ibu yang rendah, melainkan karena adanya penyakit penyerta.
“Apabila memang dibutuhkan untuk ke RSHS, dari Dinas Kesehatan kami siap bantu. Untuk pembiayaan kesehatan ditanggung BPJS, sedangkan operasional sehari-hari seperti transportasi, makan, minum, dan pendamping, kami juga siap bantu,” janji dr. Yusman.
Meskipun penggantian selang dapat dilakukan di Puskesmas, evaluasi medis lebih lanjut harus dilakukan oleh dokter spesialis.
“Setiap kasus gizi buruk menjadi prioritas dan fokus perhatian kami,” tegas dr. Yusman.
Menanggapi kasus ini, Wakil Bupati Cianjur, Ramzi, menekankan pentingnya peran aktif aparat desa dalam mendeteksi kasus serupa lebih dini. “RT, RW, kepala desa, dan camat adalah garda terdepan.
Ketika melihat kasus seperti ini, jangan tunggu viral dulu, langsung tangani. Jangan sampai masyarakat merasa ditelantarkan baru kita sibuk,” tegas Ramzi
Ia berharap seluruh pemangku kebijakan di daerah dapat bersinergi untuk mencegah kasus serupa terulang kembali dan mendorong peningkatan sistem pelaporan serta respons cepat terhadap kasus kesehatan masyarakat di semua level pemerintahan.(Dkh/Rik)