CIANJUR – Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, menetapkan seorang pegawai kementerian Pertanian (Kementan) berinisial DNF dan pegawai swasta berinisial SO
sebagai tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi dana bantuan program agro edukasi wisata tahun anggaran 2022. Akibat dari perbuatan tersangka, negara mengalami kerugian ditaksir mencapai Rp 8 miliar.
Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Cianjur Dr. Kamin, S.H., M.H., didampingi Kepala Seksi Intelijen (Kasitel) Fahmi Rahman, S.H., M.H.,
Kepala Seksi Pidana Khusus (Kasi Pidsus) Kejari Cianjur menjelaskan program bantuan tersebut diduga dikorupsi pelaku bersumber dari anggaran Kementerian Pertanian pada tahun 2022 dengan total anggaran sebesar 13 miliar.
Kamin menuturkan dana tersebut, diperuntukkan untuk pembangnan agrowisata di dua lokasi, yaitu di Desa Sindangjaya Kecamatan Cipanas Rp 3,6 miliar dan Desa Tegalega Kecamatan Warungkondang Rp 9,7 miliar.
“Jadi anggaran dana dengan total 13 miliar itu disalurkan kepada 7 kelompok masyarakat (pokmas) yang diduga baru dibentuk,” ujar Kamin, kepada wartawan, Senin (09/12/2024) dikantor Kejari Cianjur.
Modus korupsi ini dilakukan DNF sebagai pegawai Kementerian Pertanian dan SO itu pegawai swasta bekerja sama untuk merealisasikan bantuan pengembangan agrowisata di Kabupaten Cianjur.
Rekening Tujuh Kelompok Masyarakat
“Jadi anggaran dari kementerian itu masuk ke rekening tujuh kelompok masyarakat yang baru dibentuk, kemudian ditarik atau diambil lagi untuk dikerjakan oleh pihak ketiga. Padahal sejatinya pekerjaan itu dilakukan secara swakelola,” ungkapnya.
Kamin mengatakan, satu orang tersangka SO sebagai pihak ketiga pelaksana pembangunan proyek agro edukasi wisata telah ditahan.
“Satu tersangka lainnya, DNF, yang merupakan pegawai Kementerian Pertanian belum memenuhi panggilan pemeriksaan dengan alasan sakit dan dirawat,” kata Kamin
Namun demikian, pihaknya akan kembali melakukan panggilan terhadap tersangka DNF yang telah mengakibatkan kerugian negara hingga mencapai kurang lebih 8 miliar.
“Jadi ada tahapannya, panggilan pertama dan ketiga. Kalau tidak kunjung memenuhi panggilan kami akan jemput paksa,” tandasnya.
Akibat perbuatannya, kedua tersangka dijerat dengan pasal 2 ayat 1 dan pasal 3 Undang-undang tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi. “Ancaman hukuman penjara di atas 5 tahun penjara,” pungkasnya. (Dkh/Rik)